Penulis : Andi B.Amien Assegaf
Aktivis HAM
Peristiwa tewasnya 6 orang pengawal Habib Rizieq yang dibunuh oleh anggota kepolisisan Senin dinihari, 7 Desember 2020 yang lalu hingga saat ini masih penuh misteri dan banyak kalangan menilai banyak kejanggalan pada skenario proses pembunuhan tersebut. Kejadian tersebut terjadi saat Habib Rizieq bersama keluarganya hendak menuju acara pengajian subuh yang digelar keluarga inti Habib pada Senin dini hari, saat itu habib Rizieq berangkat bersama keluarga termasuk dengan cucu yang masih balita dengan pengawalan dari anggota FPI.
Menurut keterangan Shabri Lubis, Jubir dari Habib Rizieq saat dalam perjalanan tiba-tiba, rombongan dihadang oleh orang tak dikenal di tengah perjalanan menuju lokasi. Menurut Shabri, Ia menduga mereka merupakan bagian dari operasi penguntitan Rizieq. Shabri membeberkan kronologi yang terjadi antara pendukung Rizieq Shihab dengan aparat kepolisian di Tol Cikampek, tepatnya dekat Pintu Tol Karawang Timur
Para penghadang tersebut mengeluarkan tembakan kepada laskar pengawal keluarga, Shabri mengatakan orang-orang yang mengadang rombongan itu melakukan penembakan dan penculikan terhadap satu mobil yang berisi enam orang laskar. Sampai saat ini, kata dia, mereka yang diculik tersebut tak diketahui keberadaannya.
Keterangan yang diberikan oleh Shabri ini ternyata hampir mirip dari keterangan yang di dapat oleh saudara Edy Mulyadi, seorang wartawan senior yang melakukan investigasi di TKP, menurut keterangan yang didapat di lokasi kejadian, warga mendengar 2 kali terjadinya tembakan, sebagaimana warga yang melihat dari jarak yang tidak terlalu jauh bahwa tembakan itu dilakukan oleh oknum polisi dengan menggunakan senjata laras panjang kearah depan kaca mobil korban dimana sebelumnya mobil korban dipepet oleh mobil dari para oknum polisi tersebut. Dari keterangan warga yang di dapat oleh Edy Mulyadi menyatakan bahwa polisi kemudian menelpon ambulance dan sekitar 30 menit kemudian datang ambulance yang membawa 2 mayat korban penembakan, kuat dugaan tembakan sebanyak 2 kali tersebut dengan menggunakan senjata laras panjang mengenai kedua korban yang tewas di lokasi kejadian.
Sementara itu 4 orang pengawal yang masih hidup yang ada di dalam mobil korban kemudian dibawa pergi oleh polisi yang lokasinya sampai sekarang belum diketahui public. Esok harinya Polda Metro Jaya melalui keterangan persnya mengumunkan 6 Orang tewas (Fais, Ambon, Andi, Reza, Lutfil, dan Kadhavi ) tertembak dalam insiden baku tembak dengan aparat kepolisian, keempat orang pengawal Habib yang dibawa oleh aparat dalam keadaan hidup ternyata termasuk dari 6 Korban tewas tersebut, polisi menyatakan TKP terjadi di KM 50 Tol Cikampek, kalau demikian mereka dibunuh dengan cara bagaimana ? bukankah mereka dibawa dalam keadaan hidup tanpa ada perlawanan oleh puluhan aparat kepolisian, ini yang penuh misteri !!!.
Menurut keterangan yang melihat kondisi jazad korban yang tersebar luas di grup Whatshaap, bahwa terdapat bekas-bekas tanda penganiayaan di tubuh korban dengan luka tembakan ada yang lebih dari satu di tubuh korban dengan sasaran di titik-titik mematikan seperti di jantung korban. Bila demikian ini berarti mereka mengalami penyiksaan yang sedemikian rupa hingga tewas dengan cara menggenaskan, apabila penyiksaan ini terjadi sampai tewasnya korban ini jelas merupakan suatu pelanggaran “HAM”. Pelaku kejahatan saja tidak dibenarkan dibunuh begitu saja karena itu pelanggaran HAM, penulis yang beberapa kali mendampingi korban penembakan polisi yang menyalahi prosedur kadang menjumpai bagaimana oknum polisi berusaha memutarbalikkan fakta untuk menghindari jeratan hukum. Untuk kasus tewasnya 6 Orang pengawal Habib Rizieq ini maka mulai pelaku pembunuhan dan otak intelektualnya (yang menyuruh/Pimpinannya) harus bertanggungjawab dan harus di seret dalam pengadilan “HAM”, bukan hanya itu bahkan seluruh yang hadir dan terlibat mulai pengintaian sampai penghadangan walaupun dia bukan pelaku langsung juga harus dipidana karena dianggap turut serta terjadinya peristiwa pidana sebagaimana yang di atur dalam Pasal 56 KUHP, orang “membantu melakukan” jika ia sengaja memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum kejahatan itu dilakukan. Jadi intinya Kapolda Metro Jaya selaku Pimpinan, eksekutor, dan polisi lainnya atau ada otak intelektual lainnya yang turut andil dalam kejadian tersebut semuanya harus diseret ke Pengadilan “HAM”.
Bagaimana Dengan Rilis Kapolda Metro Jaya ? Bila Tidak Benar Bisat Dijerat UU ITE
Sebelumnya, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran mengumumkan polisi menembak mati enam anggota FPI. Dia menjelaskan, insiden itu berawal saat polisi melakukan pengintaian terhadap mereka pada Senin dinihari tadi, sekitar pukul 00.30.Menurutnya, massa menyerang petugas yang sedang melakukan penyelidikan terkait rencana pemeriksaan Rizieq pada hari senin.
Siaran pers dari Kapolda Metro Jaya ini menuai kritikan dari berbagai pihak terutama dari aktivis, media dan lain-lain. Keterangan pers itu dianggap kronologis kejadiannya dipertanyakan apalagi berdasarkan keterangan saksi-saksi sebagaimaa yang di dapat oleh saudara Edy Mulyadi di lokasi kejadian sama sekali bebrbeda dengan apa yang disampaikan dari pihak Polda Metro Jaya, jika informasi siaran pers Polda Metro jaya ini tidak benar maka bisa dikategorikan sebagai “HOAKS” dan bisa dijerat dengan
Pertama, Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 1 Milyar rupiah.