IndonesiaLineNews-Jakarta,- Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengusut pihak yang membantu menyembunyikan tersangka kasus senpi ilegal Dito Mahendra.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan pihak yang menyembunyikan bisa terkena pasa obstruction of justice atau merintangi penyidikan dalam kasus senjata api (senpi) ilegal dengan tersangka Dito.
“Sejak tanggal 20 Mei kemarin penyidik telah melakukan penyelidikan dan saat ini penyidik melaksanakan gelar perkara, dan sepakat menaikkan perkara ini ke penyidikan,” kata Djuhandhani kepada wartawa dikutip, Selasa (23/5/2023).
Djuhandhani menyebutkan berdasarkan dengan Pasal 221 KUHP. Bunyinya ‘disebutkan pengertian obstruction of justice adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang terbukti berupaya untuk menghalang-halangi suatu proses hukum’.
“Kemungkinan ada pidana lain selanjutnya penyidik melakukan pendalaman dan membuat Laporan Polisi dgn no Polisi : LP/A/5/V/2023/SPKT.DITTIPIDUM/BARESKRIM POLRI tanggal 20 Mei 2023 terkait menyembunyikan tersangka sebagaimana tersebut dalam Pasal 221 KUHP,” ujar Djuhandhani.
Diketahui, Bareskrim Polri menggeledah dua rumah tersangka kasus kepemilikan senjata api (senpi) ilegal, Dito Mahendra, Jumat, 19 Mei 2023. Dari penggeledahan itu, aparat kembali menemukan sejumlah senjata api dan barang bukti lain. Semua langsung disita.
Dua rumah itu di Jalan Intan RSPP Nomor 8, Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Dan di Jalan Taman Brawijaya III, Nomor 6A, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Penggeledahan dilakukan berdasarkan surat Perintah (Sprin) Penggeledahan Rumah dan Tempat Tertutup lainnya nomor Sp.Dah/60/V/RES.1.17./2023/Dittipidum; dan nomor Sp.Dah/61/V/RES.1.17./2023/Dittipidum.
Djuhandhani mengatakan penggeledahan dibagi dalam dua tim penyidik Dittipidum Bareskrim Polri. Bareskrim Polri sudah menetapkan Dito Mahendra sebagai tersangka kasus senpi ilegal, berdasarkan gelar perkara pada 17 April 2023. Dalam hal ini, Dito disangka melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951.