Indonesialinenews.com-Makassar-Mahmut Bin Rae, Jafar Bin Rae, Lakwasa B Labubu dan Basir Bin Uni nelayan asal Wakatobi hari ini Rabu (18/11) siang transit di Bandara Sultan Hasanuddin dari Jakarta dengan tujuan Kendari dan terus ke Wakatobi kampung halamannya sementara satu orang lainnya telah lebih dahulu pulang ke kampungnya di Ternate-Maluku Utara.
Mereka sudah bertahun-tahun meninggalkan kampung halamannya karena merantau secara bersama-sama termasuk dengan isterinya ke daerah Sandakan-Sabah, Malaysia Timur untuk bekerja sebagai penangkap ikan dari kapal milik WN. Malaysia. Mereka hari ini tiba kembali di bumi Sulawesi setelah lebih dari satu tahun meninggalkan isterinya di Sandakan karena mereka baru selesai menjalani pidana penjara dengan tuduhan pencurian ikan (illegal fishing) di Filipina.
Mereka mengaku ketika ditangkap sedang arah pulang dari menangkap ikan di perairan Kudat (Sabah Utara) dan sekitar 2 jam lagi akan tiba di Sandakan sehingga mereka merasa tidak melanggar batas wilayah laut karena sepanjang perjalanan pulang, mereka selalu melalui rute yang sama dan tidak jauh dari garis pantai Sabah.
Mereka ditangkap Police Marine Filipina pada tanggal 25 Juli 2019, didakwa illegal fishing di Pengadilan Tawitawi-Filipina Selatan dan kemudian menjalani pidana penjara sekitar 16 bulan di Penjara (Provincial Jail) of Tawitawi dan baru dibebaskan pada tanggal 2 September 2020 yag lalu.
Sejak proses penahanan, mereka pernah mendapatkan pendampingan kekonsuleran dari Konsulat Jenderal RI di Davao dan ketika waktu pembebasan penjara selesai, mereka dijemput dari Tawitawi, dibawa dengan kapal laut ke Zamboanga di Mindano dan kemudian jalan darat untuk ditampung di tempat penampungan sementara (shelter) KJRI Davao.
Setelah mendapatkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang dikeluarkan oleh KJRI Davao termasuk mendapatkan tiket kepulangan ke Indonesia, mereka kemudian diterbangkan ke Jakarta melalui Manila pada tanggal 11 November 2020 dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada tanggal 12 November 2020 yang kemudian dikarantina oleh Satgas Percepatan Penanggulangan Covid-19 di Wisma Karantina Pademangan, Jakarta Barat beberapa hari dan kemudian ditampung oleh Kantor Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia(BP2MI) Jakarta.
Menurut mereka, hari ini terbang ke kampungnya via Makassar dan Kendari atas biaya BP2MI termasuk fasilitas pengurusan di Bandara Soekarno-Hatta, penjemputan di Bandara Kendari dan pengurusan keberangkatan dari Kendari sampai tiba di kampungnya, Wakatobi.
Ketika dimintai komentarnya, Mahmut Bin RaeĀ (50 tahun) salah seorang nelayan yg sejak tahun 1985 merantau ke Sabah-Malaysia Timur, menyatakan bahwa dirinya senang sudah bebas dari penjara dan mendapatkan perlindungan serta bantuan dari KJRI Davao mulai dari kebutuhan akomodasi, konsumsi, dibelikan pakaian/kaos yg baru, sepatu dan tas termasuk tiket pesawat. Tapi walaupun akan berjumpa dengan anak-anak di kampung, saya merasa agak sedih karena sudah lama berpisah dengan isteri yg selama ini tinggal bersama saya di daerah Bandar Ramai-Ramai Sandakan-Sabah, dan saya dari Filipina tidak bisa langsung kembali ke Sandakan melainkan harus langsung pulang ke kampung halaman dan jika mau kembali ke Malaysia untuk menjumpai isteri dan bekerja lagi, tentu saya harus berusaha lagi dari awal.
Sementara itu terkait SPLP yg digunakan mereka yg baru kembali dari luar negeri, Dodi Karnida Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan yang dimintai komentarnya menyatakan bahwa SPLP itu sebagai pengganti paspor yg digunakan untuk WNI yg dipulangkan dari luar negeri dan tidak memiliki paspor baik karena memang tidak punya paspor sama sekali misalnya orang yg hanyut terbawa arus laut atau menyelundup ke suatu negara atau memiliki paspor tetapi telah hilang, rusak atau dirampas oleh suatu negara seperti yg mereka alami.
SPLP ini berlaku untuk satu kali jalan yaitu dalam rangka pulang ke Indonesia sedangkan masa berlakunya bisa disesuaikan dengan kebutuhan pemegangnya misalnya satu, tiga atau 6 bulan dan bahkan bisa sampai 2 tahun seperti yang mereka miliki karena disesuaikan dengan kondisi yg mempengaruhi jadwal kepulangan mereka ke Indonesia. Yang banyak mendapatkan SPLP itu biasanya WNI yg dipulangkan dari Malaysia karena tertangkap petugas di sana sehubungan melakukan kegiatan illegal. SPLP ini tetap harus dipelihara dengan baik oleh pemegangnya karena merupakan persyaratan untuk mengajukan paspor berikutnya. Jika SPLP hilang atau rusak, maka prosedur Berita Acara Pemeriksaan (BAP) harus dilakukan kantor imigrasi tempat permohonan paspor baru mereka dan jika SPLPnya hilang malah harus mendapatkan Surat Tanda Kehilangan Barang terlebih dahulu dari Kepolisian.
(*dk)