Anwar Ibrahim dan Harapan Umat

Imam Shamsi Ali* 
 
Dalam kunjungannya ke tanah air baru-baru ini Anwar Ibrahim yang baru saja terpilih dan dilantik oleh Sultan Malaysia sebagai PM Malaysia. Kunjungannya ke Indonesia adalah kunjungan resmi pertamanya sebagai Kepala Pemerintahan. 
 
Kunjungan Anwar Ibrahim ke Indonesia sebagai negara tetangga dan serumpun tentunya mewakili banyak kesamaan dalam cita-cita perjuangan. Sosok Anwar Ibrahim seolah hadir menjembatani kedua negara serumpun itu. 
 
Sesungguhnya terpilihnya Anwar Ibrahim sebagai Perdana Menteri Malaysia melalui perjalanan panjang itu menjadi harapan baru.  Tudak saja di kawasan Asean. Tapi juga dunia Islam dan dunia global secara umum. Satu orang tentunya tidaklah efektif untuk mewakili harapan besar itu. Tapi minimal kehadiran Anwar bagaikan percikan air di tengah teriknya musim kemarau. 
 
Seperti yang pernah saya sampaikan bahwa sosok Anwar menjadi sosok yang unik di kancah perpolitikan dunia. Keunikan Anwar Ibrahim saya kira melampaui sosok Erdogan yang seringkali diidolakan di dunia Islam, khususnya Indonesia.
 
Berbeda dengan Erdogan yang muncul secara tiba-tiba dari posisi Walikota Ankara menjadi Perdana Menteri lalu Presiden. Belakangan kembali menduduki posisi Perdana Menteri dengan memberikan kekuasaan lebih pada posisi itu. Anwar memiliki latar belakang aktifis pergerakan (movement activist) sejak mahasiswa. 
 
Satu pengalaman sederhana saya ketika mulai aktif dalam kegiatan Parade Islam Internasional (Internasional Muslim Day Parade) di kota New York. Kebetulan saya memimpin kegiatan ini sejak tahun 1998 hingga tahun 2017 lalu. Salah seorang anggota tim saya ketika itu adalah seorang tokoh Muslim keturunan India bernama Dr. Abdul Quddus. 
 
Satu hal yang beliau selalu ceritakan ke saya adalah bahwa Anwar Ibrahim adalah “roommate” atau tinggal sekamar ketika mereka keduanya menjadi mahasiswa di Georgetown University di Washington DC. Dan beliau menambahkan bahwa Anwar Ibrahim is “a brilliant and an asset for the Ummah”. 
 
Harapan Umat masa kini 
 
Anwar Ibrahim tak disangkal adalah tokoh yang menyatukan banyak kelebihan kwalitas (quality privileges) sebagai seorang tokoh dan Pemimpin. Selain tentunya pintar dan berwawasan luas (broad minded) juga memiliki pengalaman dan pergaulan yang sangat luas. Barangkali ini menjadi satu kelebihan Anwar dibandingkan Erdogan. Keduanya memiliki komitmen keislaman (ghirah Islam) yang tinggi. Tapi Anwar punya wawasan global karena pengalaman dan pergaulan yang luas tadi.
 
Di sìnilah kemudian harapan itu tumbuh. Bahwa dunia kita saat ini adalah dunia global yang berkarakter “interconnected” sekaligus “deeply competitive”. Hanya soliditas internal (soliditas kepribadian) dan keluasan pergaulan (networking) yang bisa mengimbagi Karakter dunia gobal itu.
 
Keadaan dunia Islam dan dunia global secara umum memerlukan sosok Pemimpin yang memiliki multi-dimensional character. Memerlukan ilmu dan wawasan, kemampuan menejerial yang handal, dan tidak kalah pentingnya memiliki integritas yang terbangun di atas nilai-nilai spiritualitas yang mapan. Dengan segala ketidak sempurnaannya, Anwar nampaknya memiliki semua itu.
 
Tantangan yang ada di hadapan Anwar Ibrahim tentu tidak kecil dan tidak sedikit. Selain permasalahan internal dalam negeri, di mana reformasi pemerintahan Malaysia masih merupakan “homework” panjang Anwar yang telah lama tertunda dan harus dilanjutkan.
 
Tapi lebih jauh dari itu, dengan kesadaran keislaman dan keumatannya Anwar pastinya juga terbebani dengan berbagai permasalahan yang dialami oleh Umat Islam di dunia global saat ini. Dari Muslim Rohingya, Kashmir dan India, Uighur di China, dan tentunya Palestina yang klasik itu. 
 
Semua tentunya tahu bahwa Anwar dengan perjalanan panjang dalam dunia pergerakan, sejak memimpin mahasiswa memperjuankan kesejahteraan rakyat miskin, hingga ketika telah menduduki posisi Wakil Perdana Menteri, jiwanya memberontak melihat penyelewengan-penyelewengan (khususnya korupsi) di Malaysia. Pemberontakan batin itu yang menjadikan beliau bangkit untuk melakukan “reformasi” yang dianggap anti establishment (pemerintahan Mahathir) dan membawanya kepada konsekwensi panjang. Beliau ditangkap dan dipenjara selama puluhan tahu. 
 
Yang ingin saya sampaikan sesungguhnya bahwa setelah 100 tahun runtuhnya kejayaan Ottoman yang berpusat dì Istanbul ada secercah harapan kebangkitan Umat itu dengan tampilnya Anwar Ibrahim. Tapi dalam dunia global yang sangat interdependen saat ini tentunya berbagai permasalahan dunia Islam takkan bisa diselesaikan oleh hanya seorang Anwar. 
 
Karena seperti yang pernah banyak kalangan sampaikan,  mungkin masanya Muslim Asia tampil di depan untuk mempelopori gerakan “islaah” atau pembaharuan kehidupan Umat. Anwar sendiri pernah menyebutkan hal ini dengan kata “Asian renaissance” atau kebangkitan Asia. Yang belakangan beliau mengelaborasi dengan urgensi “pemerkasaan” ekonomi dan budaya (tentu termasuk keagamaan).
 
Dan hal itu tentunya akan terjadi ketika ada kolaborasi dengan Pemimpin Islam yang memiliki wawasan dan kapasitas yang minimal dekat dengan Anwar. Seorang Pemimpin  yang pintar dan berwawasan, paham permasalahan dan tahu mencari solusi, punya integritas tinggi, kemampuan leadership yang handal, punya pengalaman panjang dan pergaulan luas. Tapi juga memiliki kemampuan konunikasi yang saya anggap di atas rata-rata (beyond average). 
 
Dan harapan saya sebagai Muslim Asia dan Indonesia khususnya, impian itu akan terlahir dari bumi Indonesia tercinta. Semoga! 
 
Manhattan City, 12 Januari 2023 
 
* Presiden Nusantara Foundation