Oleh : Imam Shamsi Ali*
Itulah potongan kalimat dari Saudara kita, Matthew, setelah mendengarkan khutbah dan menyaksikan sholat Jumatan kami di Jamaica Muslim Center dua hari lalu. Matthew, yang lebih senang dipanggil dengan Matt, mengakui bahwa selama ini dia telah salah paham tentang agama Islam. Alhamdulillah, dua hari lalu setelah mendengarkan khutbah Jumat kami, dia menyampaikan permintaan maaf: “Maaf saya telah salah paham dengan keyakinan (agama) anda”.
Matthew adalah seorang mahasiswa tahun terakhir di Saint John University, sebuah Universitas Katolik yang terletak dekat dari masjid kami di Jamaica, Queens New York. Tanpa sengaja mahasiswa ini lewat di depan masjid di saat khutbah sedang berlangsung. Kebetulan pembesar suara (microphone) masjid kami kedengaran dengan jelas hingga ke jalan-jalan. Rupanya ketika Mendengarkan khutbah itu ada sesuatu yang menarik di telinganya.
Diapun duduk bersama dengan para jamaah yang memenuhi jalan di depan masjid. Jalan di depan masjid kami memang ditutup untuk mengakomodir jamaah Jumatan yang tidak mendapatkan space (tempat) di dalam gedung masjid. Maklum jamaah kami di setiap Jumatan tidak kurang dari 2000 orang.
Mathew mendengarkan khutbah kami hingga akhir. Namun ketika sholat dimulai Matthew mundur ke belakang dan menyaksikan secara sesama sholat Jumatan yang kami lakukan. Walaupun udara hari itu kurang bersahabat anak muda ini dengan sabar menonton jamaah masjid yang melangsungkan sholat Jumatan mereka.
Setelah Jumatan selesai dia mendekati seorang jamaah dan bertanya siapa yang menyampaikan sermon (khutbah) tadi. Sang jamaah itu tidak menjawab. Tapi langsung membawa Mathew masuk ke dalam masjid dan mempertemukan dengan saya. Alhamdulillah kami duduk di depan dan disaksikan oleh ribuan jamaah berialog dengan Matthew .
Dialog kami sangat singkat dan hanya menyentuh beberapa hal, antara lain, tentang Jumatan, masjid, Islam dan ilmu, Islam dan budaya, hingga ke Islam dan peradaban serta bagaimana Islam menyikapi modernitas.
Saya tidak menuliskan rincian percakapan kami. Tapi di akhir percakapan terbuka di depan jamaah itu Matthew tiba-tiba menyampaikan pernyataan atau permintaan maaf tadi. Menurutnya dia telah lama salah paham dengan Islam. Di benaknya Islam itu adalah agama baru, dimulai oleh Muhammad (SAW), dan hadir sebagaj sebuah sistem yang paradoks dengan kemajuan dunia.
Ringkasnya Islam di benak dia selama ini adalah agama yang tidak rasional dan tidak sejalan dengan nilai-nilai universal dunia modern, seperti kebebasan, HAM, kesetaraan ras dan jender, dan lain-lain. Islam adalah agama yang anti kemajuan.
Dengan izin Allah satu pertanyaan saya yang menjadikan Matthew terdiam.
Saya menanyakan bagaimana Sekarang dia memandang Islam. Dijawabnya jika agam Islam adalah agama yang luar biasa. Menurutnya walau Sudah mengenal banyak temannya yang beragama Islam namun di benaknya Islam itu adalah agama baru yang perlu diwaspadai.
Saya kemudian bertanya seraya menekankan bahwa saya tidak pada posisi menekan apalagi memaksa: “if you see Islam as an amazing religion, why don’t you follow it?” (Kalau anda Sekarang melihat Islam sebagai agama yang dahsyat lalu Kenapa anda tidak memeluknya?”.
Dia kemudian terdiam beberapa saat lalu menjawab: “yes I am to embrace Islam” (Iya Saya mau masuk Islam).
Alhamdulillah dengan izin dan hidayah Allah Matthew kemudian saya tuntun mengikrarkan: “Laa ilaaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah” yang disambut dengan takbiran Jamaah masjid yang menggema.
Alhamdulillah, Allahu Akbar!
Boston, 25 Desember 2022
* Presiden Nusantara Foundation
* Direktur/Imam Jamaica Muslim Center