Haji dan Perbekalan Hidup   

Imam Shamsi Ali* 

Ibadah haji adalah sebuah ibadah yang memerlukan persiapan yang menyeluruh. Hal itu karena haji merupakan penggambaran kehidupan itu sendiri. Intinya haji itu sejatinya miniatur dari kehidupan itu sendiri. Dan karenanya perbekalan haji juga sejatinnya penggambaran dari perbekalan hidup itu sendiri.

Maka sungguh kekeliruan jika persiapan haji sekedar dipahami dengan persiapan finansial. Karena bekal hidup manusia bukan hanya material. Apalagi hanya sekedar finansial. Kehidupan bukan hanya fisikal atau fiskal.

Perbekalan dasar hidup manusia itu  mencakup tiga dasar: fisik, akal dan ruh. Demikian pula persiapa haji untuk menunaikan ibadah haji juga mutlak memerlukan tiga hal itu. Selain materi (zaad wa rahilah) juga keilmuan (akal) dan batin (ruh).

Sedemikian urgensinya perjalanan itu maka Al-Quran secara khusus memerintahkan: “Dan persiapkanlah perbekalan (tazawwaduu). Dan sebaik-baik perbekalan adalah ketakwan”.

Kata takwa adalah kata jaami’ (menyeluruh) mencakup ketiga elemen mendasar dari persiapan perjalanan haji tadi.

Perbekalan fisik/materi menjadi sangat penting dalam perjalanan haji. Selain karena memang perjalanan yang jauh yang pastinya membutuhkan biaya yang cukup besar, juga karena perjalanan ini membutuhkan tenaga besar.

Di tahun 2022 ini jika memakai standar Amerika minimal $17,000 atau sekitar 200-an juta Rupiah. Belum lagi biaya-biaya lain seperti hajj fee atau ongkos haji yang mulai diterapkan oleh pemerintah Saudi. Juga harga pembelian kambing atau domba bagi mereka yang berhaji tamattu’ atau qiraan.

Bekal fisik juga tidak boleh dipandang sebelah mata. Karena dari tahun ke tahun, walau fasilitas semakin membaik, jumlah jamaah juga semakin bertambah. Hal ini menjadikan pelaksanaan ibadah haji juga semakin hari semakin memerlukan perbekalan fisik yang prima. Baik di Mina, di Muzdalifah, bahkan ketika Tawaf dan Sa’i

Perbekalan kedua adalah akal atau keilmuan. Semua ibadah dalam Islam dipersyaratkan untuk dilaksanakan atas dasar ilmu. Maka haji sebagai salah satu Ibadah pokok dalam Islam harus dilaksanakan juga dengan keilmuan

Karenanya ilmu-ilmu dasar tentang pelaksanaan haji menjadi keharusan. Apa saja yang menjadi fardhu, wajib, dan sunnah-sunnah haji. Atau sebaliknya apa yang menjadi larangan, dan jika terjadi pelanggaran apa jalan keluarnya.

Tata cara melaksanakan ibadah haji atau lebih dikenal dengan Manasik Haji mendasar sebagai bagian dari perbekalan itu. Rasulullah SAW menegaskan: “khudzu anni manasikakum” (pelajari dariku cara kamu melakukan ibadah haji).

Karenanya mempelajari tatacara melaksanakan ibadah haji sesuai sunnah Rasul menjadi keharusan bagi semua calon jamaah. Kalaupun karena satu dan lain hal, ada jamaah yang sangat terbatas dalam memahami tatacaranya, maka pembimbing hajilah yang kemudian mengambil alih tanggung jawab itu.

Di sini saya ingatkan pemerintah Indonesia, khususnya Kementrian Agama, agar memilih pembimbing haji bukan asal-asalan. Jangan jadikan tugas pembimbing haji itu sebagai sekedar sarana haji mumpung. Tapi pembimbing haji harus memang berilmu (paham tatacara) dengan semua yang terkait dengan Ibadah haji.

Tapi yang lebih penting dari semua itu adalah perbekalan hati atau spiritual preparation. Elemen ini menjadi sangat menentukan. Betapa banyak yang berangkat haji hanya karena punya duit atau punya kesempatan untuk melakukannya. Tapi sesungguhnya batinnya atau hatinya tidak sepenuh siap untuk melakukannya.

Jamaah yang seperti inilah yang seringkali ketika berada di tanah haram, prilaku dan pikirannya justeru semakin materialis. Seringkali godaan belanja melebihi semangat ibadahnya.

Orang-orang seperti inilah juga yang paling rentang kehilangan kesabaran. Mudah marah bahkan ketika sedang berada di masjidil haram sekalipun. Mereka saling sikut dan menyakiti orang lain, bahkan di saat menjalankan ritualnya. Ibadah tidak jarang justeru jadi jalan memenuhi hawa nafsu.

Karenanya persiapan yang paling mendasar dalam perjalanan ini adalah bekal batin atau hati. Hal itu karena perjalanan ini memang “safar ibadah” (perjalanan ibadah) yang mutlak dibangun di atas fondasi niat yang benar.

Sebagaimana ditegaskan Rasulullah: “Semua amalan itu didasarkan kepada niatnya” (hadits).

Kesimpulan dari perbekalan hati itu ada pada konsep “tazkiyah” dalam agama. Tazkiyah atau purifikasi hati menjadi tuntutan mendasar sebelum menjalankan ibadah besar ini.

Kesimpulannya adalah bahwa perjalanan Ibadah haji itu merupakan gambaran kecil dari perbekalan hidup manusia. Dari persiapan fisik (jasad/mal), ilmu atau akal, hingga ke persiapan hati (batin/ruh).    Ketiganya mutlak sebagai “zaad” (perbekalan) untuk menjalankan ibadah haji yang efektif.

Semoga jamaah haji dimudahkan dan dikaruniai haji mabrur. Amin!

New York City, 4 Juli 2022

* Presiden Nusantara Foundation