Oleh : Dodi Karnida
Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal dengan sebuatan “Hari Raya Haji”, saat kaum muslimin yang sedang menunaikan rangkaian ibadah haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit (pakaian ihram) yang melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup yang mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
Musyawarah Pengurus Masjid |
Disamping Idul Adha dinamakan Hari Raya Haji, juga dinamakan “Idul Qurban”, karena pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat muslim yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji, maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan kurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.
Jika kita menengok sisi historis dari perayaan Idul Adha ini, maka pikiran kita teringat akan kisah teladan Nabi Ibrahim, yaitu ketika Beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan isterinya (Siti Hajar bersama Nabi Ismail puteranya yang saat itu masih menyusu), di suatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah SWT yang menyuruh menempatkan isteri dan puteranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1.600 KM dari negaranya sendiri Palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupin isterinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.
Menjelang Hari Raya Kurban yang sekitar 58 hari lagi, Pengurus Masjid Wihdatul Ummah (WU) yang terletak di RW.01 dan RW.14 Daerah Kavling, Kelurahan Sukasari-Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang; Kamis (14/05/22) telah melakukan pertemuan awal persiapan kegiatan Kurban Tahun 2022. Rapat dilaksanakan ba’da sholat magrib, dipimpin oleh Yahya Ketua Pengurus Masjid WU dan dihadiri oleh sekitar 13 orang jamaah yang semuanya ditunjuk sebagai Panitia Kurban dalam berbagai jabatan.
Pada kegiatan Kurban Masjid WU Tahun 2021 lalu yang tidak saya ikuti karena saya sedang bertugas di Makassar dan tidak mendapat izin untuk mudik/pulang kampung karena musim pandemi, menurut Pak Andi Mulyadi warga RW.01 salah satu pengurus masjid, saat itu telah dikurbankan sebanyak 7 (tujuh) ekor sapi dan 15 (lima belas) ekor kambing. Kurban untuk tahun 2022 ini targetnya tentu lebih dari 7 sapi yang biasanya disediakan dengan cara patungan yaitu untuk 1 ekor sapi berasal dari 7 orang pekurban. Jika harga sapi kurban tahun ini sekitar Rp. 24 juta, itu artinya masing-masing pekurban harus patungan sekitar Rp. 3.425.000.- (tiga juta empat ratus dua puluh lima ribu rupiah). Mengenai kurban kambing, panitia tidak mengkordinasikan pengumpulan uang patungan kurban melainkan hanya menerima kambingnya saja.
Untuk hari Raya Kurban tahun 2020 pun saya tidak merayakannya di Kota Tangerang karena tidak bisa pulang dari tempat tugas di Makassar sehubungan dengan pandemi Covid-19 sedangkan Tahun 2019, alhamdulillah saya bersama isteri merayakannya di Tanah Suci, Bukit Arafah dan Kota Mekkah setelah antri selama 7 tahun (sejak tahun 2012). Semoga tahun 2022 ini banyak Jemaah Haji Indonesia yang menjadi Haji Mabrur setelah 2 tahun tidak ada pemberangkatan. Saya yakin setiap petugas haji termasuk petugas imigrasi yang tidak terpisahkan dari kegiatan Perjalanan Ibadah Haji ini dapat melakukan tugasnya dengan sangat baik.
Walaupun Masjid WU itu berada di tengah-tengah masyarakat yang majemuk yang menurut perkiraan saya terdiri atas masyarakat muslim (sekitar 60%) dan non muslim (maaf, keturunan Cina sekitar 40%), tetapi masyarakat non muslim sudah biasa dengan kegiatan keagamaan warga muslim seperti ibadah rutin, festival menjelang bulan Ramadhan, rangkaian ibadah Ramadhan, malam takbiran termasuk juga kegiatan ibadah kurban. Kondisi masyarakat yang sedemikian rukun damai tersebut tidak lama lagi masing-masing rumahnya akan dihiasi dengan daging kurban karena jumlah daging kurban juga biasanya cukup signifikan sehingga setiap warga dari RW.01 & RW. 14 plus warga RW lain yg berada di sepanjang Jalan Baladewa, mendapat jatah hewan kurban dimaksud.
Khusus terkait dengan limbah kegiatan penyembelihan belasan hewan kurban, panitia maupun masyarakat tidak pernah khawatir akan limbah yang akan mengotori lingkungan karena sampah cair dari kegiatan kurban itu akan disalurkan ke saluran air yang dibangun di bagian bawah sepanjang jalan yang terdapat di daerah tersebut.
Saluran air tersebut dibangun pada saat pemerintah Presiden Soeharto atas bantuan IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia) yaitu organisasi internasional yang dibentuk pada tahun 1967 untuk mengkoordinasikan bantuan dana bagi Indonesia. Kelompok yang diketuai oleh Belanda ini tercatat memberi bantuan kepada Indonesia selama 25 tahun. Namun, bantuan IGGI dihentikan pemerintah Orde Baru pada bulan April 1992 karena alasan politik. Yang saya ingat sih, Ketua IGGI JP Pronk Menteri Kerjasama Pembangunan Kerajaan Belanda saat itu jika melakukan kunjungan ke berbagai daerah untuk monitoring dan evaluasi atas proyek-proyek yang dibiayai mereka, mungkin bertindak berlebihan, arogan seperti kelakuan Gubernur Jenderal pada masa penjajahan dulu sehingga bapak kita, Presiden Soeharto tersinggung. Wallahu’alam. Semoga leluhur itu mendapatkan tempat terbaik di hadapan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin yaa robbal aalaamiin.
_*(Dodi Karnida HA., Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan Tahun 2020-2021)*_