Oleh : Dodi Karnida
Yang dimaksud dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menurut Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah (PP) No.69/2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Atas Jenis PNBP adalah “pungutan yg dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara”.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, dalam angka (2) yaitu “Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara RI yg dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara RI Tahun 1945”.
Selanjutnya, dalam penjelasan atas PP.69/2020 ini, yang menjadi objek PNBP berdasarkan UU.9/2018 tentang PNBP, meliputi Pemanfaatan Sumber Daya Alam, Pelayanan, Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan, Pengelolaan Barang Milik Negara, Pengelolaan Dana dan Hak Negara lainnya. Adapun tarif atas PNBP disusun dengan mempertimbangkan antara lain nilai manfaat, kadar atau kualitas sumber daya alam, dampak pengenaan tarif, biaya penyelenggaraan layanan, aspek keadilan dan kebijakan Pemerintah.
Sebagaimana diketahui bahwa selama ini Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Kementerian Hukum dan HAM diatur dalam Peraturan Pemerintah No.28/2019 tentang Jenis dan Tarif yang berlaku pada Kemenkumham. Di dalamnya diatur antara lain tarif jenis jasa pelayanan administrasi hukum umum (seperti pewarganegaraan), jasa pelayanan kekayaan intelektual (pendaftaran hak cipta, merk dan paten) sedangkan jasa pelayanan keimigrasian meliputi tarif visa, izin tinggal, izin masuk kembali, biaya beban dan lain sebagainya.
Dalam surat Plt. Direktur Jenderal Imigrasi yang ditujukan kepada 1. Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri, 2.Kakanwil Kemenkumham, 3. Kepala Divisi Keimigrasian, 4.Kepala Kantor Imigrasi dan 5. Atase/Staf Teknis Keimigrasian yaitu surat No.IMI-KU.01.03-0074 tanggal 15 April 2022 Hal Penyampaian Surat Edaran Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No.9/PMK.02/2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jasa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kebutuhan Mendesak Atas Pelayanan Keimigrasian Yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan HAM, maka terhitung mulai tanggal 16 April 2022, terdapat jenis dan tarif atas jenis PNBP baru sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.9/PMK.02/2022 yang diterbitkan pada tanggal 15 Februari dan berlaku 60 (enam puluh) hari sejak diundangkan tanggal 16 Februari 2022.
Timbul pertanyaan 1. Mengapa Jenis dan Tarif PNBP itu diatur dalam bentuk PMK dan bukan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) seperti halnya pengaturan jenis dan tarif PNBP lainnya 2. Mengapa ada masa tenggang berlakunya selama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diudangkan pada tanggal 16 Februari 2022 sehingga baru berlaku efektif terhitung mulai hari Sabtu tanggal 16 April 2022.
Saya mencoba menjawabnya sebagai berikut : 1. Di dalam Pasal 5 ayat (2) PP. 69/2020 disebutkan bahwa tarif atas jenis PNBP yang berasal dari Pelayanan (keimigrasian), diatur dengan PP dan atau/Peraturan Menteri (Permen). Selanjutnya komponen lain yang harus dipenuhi agar tarif dan Jenis PNBP dapat diatur dengan PMK, diatur di dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) huruf b bahwa *dalam hal tertentu* berupa a. tarif bersifat volatil; dan /atau b. kebutuhan mendesak.
Frasa “kebutuhan mendesak” diatur dalam Pasal 8 ayat (5) meliputi : a. kegiatan nasional dan internasional; b.hasil ratifikasi perjanjian internasional; c. *arahan Presiden;* d.rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan/atau instansi pemeriksa PNBP; e. hasil samping kegiatan Pemerintah; f.perubahan organisasi; dan/atau g.pelaksanaan putusan atau ketetapan pengadilan atau badan yg memiliki kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Menurut hemat saya, kriteria keadaan mendesak yang digunakan adalah c.arahan Presiden yang dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “arahan Presiden” antara lain berupa arahan untuk pengenaan tarif atas jenis PNBP sampai dengan Rp. 0,00 (no rupiah) atau 0% (nol persen) dan/atau pengaturan jenis dan tarif atas jenis PNBP yang harus segera diberlakukan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka tarif atas jenis PNBP Keimigrasian (baru) yang diatur dalam PMK No.9/PMK.02/2022 sudah sahih dan harus diberlakukan.
Menjawab pertanyaan nomor 2 terkait dengan tenggang waktu 60 (enam puluh) hari untuk berlakunya efektif PMK tersebut di atas, saya berpendapat bahwa hal ini merupakan pemberian kesempatan kepada jajaran Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri (terkait PNBP penerbitan paspor, SPLP dan Visa) dan Kementerian Keuangan untuk merumuskan substansi teknis jenis pelayanan keimigrasian yang baru dan membangun sistem pemungutan PNBP dimaksud agar pada waktu yang telah ditentukan (16 April 2022), PMK itu sudah diterapkan dan berjalan dengan baik (running well). Tidak ada potensi penyimpangan, potensi kerugian negara atau temuan BPK.
Dengan adanya pengaturan tarif atas jenis PNBP Keimigrasian baru ini, saya sebagai purnabhakti pegawai imigrasi tentu turut bersenang hati karena pundi-pundi PNBP Keimigrasian akan semakin bertambah gemuk guna mendukung tugas dan fungsi kegiatan pelayanan dan pengawasan keimigrasian yg lebih optimal setelah dua tahun terakhir ini terpuruk babak belur dihantam pandemi Covid-19.
Dengan pelayanan dan pengawasan keimigrasian yg berjalan optimal, maka birokrasi keimigrasian akan berkelas dunia sehingga “Indonesia Jadi Bangsa Kelas Dunia” sebagaimana tertuang dalam Mars Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia; dapat terwujud dengan gemilang.
_*(Dodi Karnida, Pengamat Keimigrasian, Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan Tahun 2020-2021).*_