“Hasilnya, Indonesia mendapat apresiasi dari negara tetangga (Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam) atas upaya pengendalian karhutla sehingga dalam 2 tahun ini tidak ada transboundary haze di regional ASEAN dari Indonesia,” terangnya lagi.
Program lain yang telah ditempuh Kementerian LHK adalah dengan meningkatkan kapasitas, sarpras dan pendanaan melalui peningkatan kapasitas SDM, revitalisasi sarana dan prasarana Daops Manggala Agni dan optimalisasi pemanfaatan anggaran dana desa dan DBH-DR untuk pengendalian karhutla.
“Kita berharap, dari rakor ini kita sama-sama mendapatkan masukan berharga dalam upaya antisipasi karhutla pada tahun 2022, karena pada dasarnya antisipasi dan penanganan karhutla sebenarnya adalah tanggung jawab kita bersama. Bila tidak ada kebersamaan, niscaya akan sulit mewujudkan penanganan karhutla yang lebih maksimal untuk masa mendatang,” tambahnya.
Perlu Ditingkatkan
Sementara itu, pakar karhulta Bambang Hero Saharjo, menilai, upaya pencegahan dan penanganan karhutla di tanah air menunjukkan adanya upaya perbaikan. Namun demikian, upaya peningkatan tetap harus dilaksanakan.
Senada dengan Laksmi, Bambang juga mengatakan, penanganan karhutla merupakan tanggung jawab besama, karena ini menyangkut nama baik RI di mata internasional
“Suka tak suka, mau tak mau, karhutla menjadi musuh bersama karena mengganggu hak konstitusi warga negara,” tegasnya.
Menurut Bambang, berbagai upaya yang telah dilakukan KLHK dalam upaya pengendalian karhutla di lapangan, sesuai dengan apa yang dilihatnya di lapangan. Karena itu, ia berharap langkah tersebut tidak berhenti sampai di titik ini saja.
“Ketika saya ke lapangan, saya melihat berbagai upaya yang dilakukan KLHK. Saya melihat apa yang disampaikan tadi, ada kesesuaian dengan apa yang saya lihat di lapangan,” terangnya.
Dalam kesempatan itu, Bambang juga memberikan masukan berharga. Diantaranya meski luas lahan yang terbakar terjadi pengurangan, namun semua pihak terkait tetap harus memperhatikan sektor lain yang tak kalah penting. Yakni terkait dengan emisi gas karbon.
“Ada daerah yang luas kebakarannya rendah, tapi emisinya tinggi. Ini juga harus menjadi perhatian serius bagi kita bersama, karena dampaknya terhadap lingkungan cukup besar,” ingatnya.
Bambang juga memberikan sejumlah catatan. Di antaranya, ia mengingatkan peran serta pemerintah provinsi dan kabupaten yang harus ditingkatkan dan ditumbuhkembangkan dalam upaya pencegahan dan pengendalian karhutla. “Jangan sampai terkesan selalu tergantung kepada pemerintah pusat,” ujarnya.
Karena itu, ia mengingat pemerintah daerah agar wajib memiliki budget pengendalian karhutla yang layak, sesuai dengan kondisi di daerah masing-masing.
“Karena ini menyangkut dengan angggaran, kadang ada daerah yang anggaran penanganan karhutlanya masih minim. Ada juga yang mengatakan usulan pemerintah untuk Karhutla ditolak DPRD setempat. Nah, hal yang seperti ini juga seharusnya lebih diperhatikan,” tambahnya.
Bambang juga menekankan, monitoring karhutla harus terus berlanjut dengan aksi lain. Perlu ketegasan dalam pengendalian karhutla bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab.
“Temuan kami di lapangan, terkadang ada pihak yang mengaku komitmen dalam mengantisipasi karhutla. Namun ketika ditanya tentang masalah teknik penanganan di lapangan, mereka malah tak tahu. Ini juga harus ditekankan. Jangan sampai komitmen itu hanya berupa ucapan saja tapi tidak disertai aksi yang tegas di lapangan,” tutupnya.
Elis Herlina A