Dari hasil monitoring hotspot hingga 29 Desember 2021, ditemukan 1.385 titik. Angka ini turun 52,5 persen bila dibandingkan tahun 2020, di mana ketika itu ditemukan ada sebanyak 2.919 titik panas.
Karhutla terluas berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, Kalimanan Barat, Papua dan Riau. Namun khusus untuk Papua dan Riau, telah terjadi tren penurunan yang signifikan.
“Alhamdulillah, sejak tahun 2020 hingga 2021 tidak ada lagi bencana kabut asap yang selama ini kerap mencoreng nama baik Indonesia di mata negara lain,” tambahnya.
Sementara untuk menghadapi tahun 2022, sesuai hasil monitoring BMKG, kondisi ENSO La-Nina cenderung menunjukkan terjadinya pelemahan hingga moderat. Kondisi ini diprediksi akan berlangsung hingga Mei-Juni-Juli 2022.
Pada saat itu, sebanyak 93,27 persen wilayah Indonesia sudah masuk musim hujan. Wilayah yang sedang mengalami musim hujan meliputi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Pulau Bangka, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, sebagian besar Jawa Timur, sebagian besar Bali, sebagian besar NTB, sebagian besar NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, sebagian Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, sebagian Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan bagian selatan – utara, Sulawesi Tenggara bagian selatan – barat, Maluku Utara, dan Maluku.
“Kondisi ini harus menjadi perhatian khusus bagi kita, dalam rangka mengantisipasi terjadinya karhutla,” ingatnya.
TMC Berdampak Signifikan
Lebih lanjut, Laksmi menjelaskan, hingga sepanjang tahun 2021, pihaknya telah melakukan kegiatan-kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dengan paradigma baru disertai upaya perbaikan sistem pengendalian karhutla. Di antaranya penyebarluasan keberadaan titik hotspot sebagai indikator kemungkinan terjadinya karhutla. Pemantauan dilakukan dengan menggunakan satelit Terra-Aqua MODIS, NOAA20, SNPP serta Landsat-8 yang bisa dimonitor melalui website: sipongi.menlhk.go.id.
Selain itu peningkatan juga dilakukan pada intensitas dan jangkauan Patroli Mandiri dan Patroli Terpadu Pencegahan Karhutla yang dilakukan Kementerian LHK bersama instansi terkait seperti TNI-Polri, Polisi Kehutanan/ PPNS, aparat desa/ tokoh masyarakat/ Masyarakat Peduli Api, dan LSM/ media.
Sepanjang tahun 2021, patroli ini telah menjangkau 1.437 desa rawan di provinsi-provinsi rawan di wilayah Sumatera, Kalimantan, Jabalnusa, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Upaya lain adalah perbaikan dan penataan ekosistem gambut dengan meningkatkan sistem pemantauan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) melalui teknologi pada kawasan gambut.
Begitu juga dengan pemberian sanksi tegas baik berupa sanksi administratif, perdata dan pidana kepada para pembakar hutan yang terus ditingkatkan dengan mempedomani Kawasan Hutan Lindung Gambut yang telah ditetapkan Pemerintah/KLHK.
Salah satu program yang memberikan dampak signifikan, adalah dengan meningkatkan intensitas dan jangkauan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang bekerja sama dengan BPPT, BNPB, TNI AU, BMKG, Satgas Dalkarhutla Provinsi dan mitra usaha.
“Hasil TMC ini kita rasakan berdampak signifikan terhadap penambahan curah hujan untuk membasahi lahan gambut. Secara umum, dengan TMC ini telah terjadi persentase penambahan curah hujan di beberapa daerah,” tambahnya.
Di antaranya di Provinsi Riau di mana curah hujan naik mencapai 62 persen dari curah hujan historis sepanjang tahun 2011-2020. Begitu pula di Jambi yang naik 60 persen, Sumatera Selatan 65 persen dan Kalimantan Barat 44,3 persen. Capaian ini dirasakan penting, mengingat beberapa provinsi tersebut dinilai rawan karhutla.
Selain itu, pihaknya juga terus meningkatkan peran serta masyarakat dalam Pengendalian karhutla melalui Pembinaan Masyarakat Peduli Api Berkesadaran Hukum (MPA-Paralegal). Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan BNPB, TNI, Polri, Pemerintah Daerah dan Desa serta anggota masyarakat.
Pada tahun 2020 dilaksanakan pada 12 desa di 6 provinsi: Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, dan Jabar. Pada tahun 2021 program ini dilaksanakan di 7 provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalsel, Kalteng dan Jabar.
“Dapat dikatakan kegiatan ini tergolong efektif digunakan sebagai salah satu upaya menuju solusi permanen dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Diharapkan pada tahun 2022 ini, dapat dilanjutkan dan diperluas pada desa-desa lainnya,” terang Laksmi.
Upaya lain yang dilakukan pihaknya adalah dengan meningkatkan kerjasama regional dan internasional. Di antaranya ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) – Penyelenggaran COM/ COP dan TWG – MSC dan pelaksanaan kerja sama bidang pengendalian karhutla lainnya (ITTO, GCF, SUPA, JICA dan KFS).