IndonesiaLineNews – Bandung- Ratusan kilometer saluran irigasi direhabilitasi di Indramayu dan Cirebon. Indramayu berpotensi kembali ke masa kejayaannya dengan produksi 1,2 juta ton padi per tahun.
Bendungan Renteng melintang kokoh di Sungai Cimanuk di Kecamatan Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat. Berbeda dengan bendungan pada umumnya yang berfungsi sebagai waduk pengumpul air, Bendungan Renteng memanfaatkan hampir empat kilometer ruas sungai yang lebar sebagai tampungan airnya, kemudian aliran air dibagi tiga, yakni ke timur, ke barat, dan lurus. Aliran yang lurus kembali mengalir ke badan Sungai Cimanuk sampai muaranya di Indramayu.
Meski tergolong model klasik, Bendungan Renteng itu dibangun dengan teknologi modern, yang diperkenalkan konsultan Prancis. Bendungan ini beroperasi sejak 1982, dengan konstruksi struktur bendung yang kokoh yang tak goyah oleh hantaman arus Sungai Cimanuk yang amat kuat. Struktur bendungnya masih kokoh di usianya yang mendekati 40 tahun, tapi saluran induk (SI) dan sekunder tertiernya banyak yang jebol dan bocor.
Perbaikan pada sejumlah elemen pada bendungan utama serta rehabilitasi saluran irigasi ini yang menjadi program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejak 2015. Perbaikan tahap pertamanya, yang berlangsung pada kurun 2015—2020, sudah tuntas, dan tahap kedua, 2020—2024, sedang berjalan. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung Ismail Widadi mengatakan, modernisasi irigasi renteng harus dilakukan karena usia sistem irigasi tersebut sudah cukup uzur sehingga kinerja pelayanan airnya berkurang.
“Sekarang progres pekerjaannya sudah mencapai 29,12 %,” ujarnya Ismail Widadi, saat menerima kunjungan awak media di lokasi Daerah Irigasi Renteng, Senin (27/9/2021). Program rehabilitasi bendungan itu dilakukan dengan membangun jaringan irigasi baru sesuai kebutuhan terutama di level saluran tertier (cabang ketiga) dan perbaikan jaringan yang sudah ada untuk mengairi areal persawahan di tiga kabupaten, yaitu di Majalengka, Cirebon, dan Indramayu.
‘’Program ini sebagai upaya meningkatkan produktivitas pangan nasional untuk mencapai tujuan ketahanan pangan,’’ ujar Ismail Widadi menambahkan. Biaya program ini secara keseluruhan nilainya cukup jumbo yakni Rp5,5 triliun. Pelaksananya, 10 kontraktor.
Indramayu 1,2 Juta Ton
Menteri PUPR Basuki Hadimulyono mengatakan, proyek ini menjangkau areal persawahan seluas 87.840 hektare. Jumlah yang tidak main-main. Targetnya, di Kabupaten Indramayu produksi padi meningkat dari 500 ribu ton ke 1,2 juta ton. ‘’Rehabilitasi atas Irigasi Renteng ini diharapkan dapat meningkatkan intensitas penanaman (IP) dari 130 % menjadi 250 persen,’’ kata Menteri Basuki melalui pers rilis di laman portal Kementerian PUPR.
Intensitas penanaman 130 persen itu artinya secara rata-rata sawah di areal itu hanya bisa ditanami 1,3 kali dalam setahun, atau rata-rata empat kali panen dalam tiga tahun. Padahal, di tahun 1980-an sawah di areal itu sudah bisa dua kali setahun (IP 200 persen).
Melalui jaringan manajemen air yang canggih, Menteri Basuki memasang target IP 250 persen, artinya sawah bisa panen lima kali dalam setiap dua tahun. Langkah termasuk penggunaan pengendalian pintu-pintu air yang lebih terpadu, sesuai kebutuhan air pada masing-masing blok persawahan.
Manajemen akan dikenakan pada saluran induk (SI) ke arah barat dan utara yang biasa disebut SI Cipilang untuk mengairi persawahan di Kabupaten Indramayu (66.175 ha), dan SI Sindupraja yang mengarah ke timur laut menuju Kabupaten Cirebon (20.571 ha). Justru sawah Majalengka sendiri hanya 1.094 ha yang terairi, karena posisi bendungan lebih dekat ke Cirebon dan Indramayu.
Dalam perkembangannya ada dinamika baru, yakni Bendungan Jatigede di Sumedang yang membendung Sungai Cimanuk, 40 km (jarak lurus) ke arah hulu dari hulu Renteng. Jatigede itu bendungan kedua terbesar kedua di Indonesia, dengan kapasitas tampungan air 980 juta m3, yang bertugas mengairi 90 ribu ha sawah yang lain, dan harus memasok sebesar 3.500 ribu m3/detik untuk air baku PDAM di Sumedang dan sekitarnya. Jatah aliran ke Bendungan Renteng tentu berkurang.
Namun, Sungai Cimanuk di ruas antara Jatigede–Renteng juga menerima aliran air dari banyak anak sungai, yang mengalir dari daerah Sumedang, Kuningan, Subang, dan Majalengka sendiri. Toh, ketika hujan tak turun selama 4-5 minggu air dari Bendungan Renteng turun drastis.
Seperti terjadi pertengahan Juli 2021, hujan yang absen 5 minggu membuat debit SI Cipelang (ke arah Indramayu) tinggal tersisa 6,9 m3/detik, turun drastis dari kondisi normal di atas 30 m3/detik. Yang ke SI Sindupraja (ke Cirebon) tersisa 9,3 m3/detik dari debit normal sekitar 25 m3/detik. Curah hujan jadi faktor penentu, karena Bendungan Renteng tak punya timbunan air dalam jumlah besar.
Manajemen Lima Pilar
Kondisi ini masuk dalam kalkulasi manajemen air Ismail Widadi, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung. Bahkan, isu ini menjadi pilar pertama manajemennya. Maka, dalam pengoperasian Saluran Induk Cipelang dan Sindupraja, pasokan air dari Waduk Jati Gede via Sungai Cimanuk menjadi faktor pertama.
Pilar kedua, saluran air di jaringan irigasi SI Sindupraja dan Cipelang dipastikan beres, maksudnya tepat jumlah dan tepat waktu. Ukuran saluran, kemiringan, konektivitas, pintu air, dan angka kebocoran sekecil mungkin. Kebocoran saluran air akan menurunkan intensitas penanaman padi. Aspek kedua inilah yang sedang dikerjakan oleh Ismail Widadi dan timnya.
Sebagai pilar ketiga ialah penyempurnaan sistem pengelolaan irigasi untuk menjamin ketersediaan air dan pola tanam. Pilar keempat, penguatan institusi kelembagaan melalui sinergisitas tugas dan koordinasi. Pilar kelima pemberdayaan sumber daya manusianya, yaitu para petani harus memiliki pengetahuan yang baik.
Rehabilitasi jaringan irigasi Renteng adalah pekerjaan besar, mulai dari peningkatan struktur utama (bendung dan kantong lumpur), SI Cipelang sepanjang 12,4 km yang ke arah barat, 30,8 Km ke arah utara, dan SI Sindupraja ke timur sepanjang 30,2 km.
Berikutnya, masuk dalam jaringan SI Cipelang, ada pekerjaan peningkatan saluran sekunder 199 km, 465 km saluran tertier, pekerjaan telemetri 46 lokasi, dan telecontrol 8 lokasi, pekerjaan penunjang modernisasi, penguatan manajemen air irigasi berupa manajemen aset, demonstrasi peningkatan operasi irigasi dan pertanian, serta peningkatan kapasitas institusi pengelola irigasi. Di Si Sindupraja, sebagian pekerjaan sudah selesai di periode 2015–2020.
Segala upaya itu sepadan untuk menjaga pantai utara (pantura) Jawa Barat sebagai lumbung padi. Posisi Jawa Barat sendiri kini ada di peringkat ketiga secara nasional, sedikit di bawah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada 2020, Jawa Barat menyumbang produksi 9,1 juta ton. Untuk kawasan Jawa Barat, lumbung beras utamanya adalah di pantura, seperti di Cirebon tersedia 43,3 ribu ha sawah beririgasi teknis, jauh di bawah Indramayu (94,6 ribu ha) dan Karawang (92,6 ribu ha).
(Redaksi TTI-Linenews)