Oleh : Andi B. Amien Assegaf
Jakarta sudah tidak lagi dapat mengemban peran sebagai Ibu Kota Negara hal ini karena pesatnya pertambahan penduduk yang tidak terkendali, penurunan kondisi dan fungsi lingkungan, dan tingkat kenyamanan hidup yang semakin menurun. Oleh karena itu pemindahan Ibu Kota Negara diharapkan dapat mewujudkan Indonesia memiliki Ibu Kota Negara yang aman, modern, berkelanjutan, dan berketahanan serta menjadi acuan bagi pembangunan dan penataan wilayah lainnya di Indonesia. Untuk mewujudkan upaya tersebut, maka telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Berdasarkan penjelasan Undangundang, Ibu Kota Negara bernama Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang ini.
Kemudian sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 2 bahwa Ibu Kota Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk:
1.Menjadi kota berkelanjutan di dunia;
2.Sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa depan; dan menjadi 3.Simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang asar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Terkait permasalahan Jakarta Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden beberapa waktu lalu menyebut Jakarta, ibu kota Indonesia terancam tenggelam. Hal ini tak lepas dari ancaman perubahan iklim yang makin mengkhawatirkan.
“Jika, pada kenyataannya, permukaan laut naik dua setengah kaki lagi, Anda akan memiliki jutaan orang yang bermigrasi, memperebutkan tanah yang subur…,” kata Biden dalam sebuah pidato beberapa waktu lalu.
Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air?”
Senada dengan Biden PAM Jaya, perusahaan yang memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat di DKI Jakarta pada 2022 yang lalu juga memperkirakan 90% wilayah Ibu Kota akan tenggelam pada 2050 mendatang, khususnya di bagian Utara.
Dengan asumsi di atas dapat dikatakan bahwa pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur sebagai salah satu upaya mengurangi beban turunnya permukaan tanah, pemindahan ibu kota akan mengurangi jumlah masyarakat yang bermukim di Jakarta.
Apalagi, mayoritas pegawai pemerintahan bakal bermigrasi ke IKN. Hal itu tentu berdampak pada penggunaan air tanah yang selama ini menjadi faktor penurunan muka tanah di Jakarta dan ini sangat signifikan pengaruhnya karena terjadi pergeseran jumlah warga yang ada di Jakarta ke IKN itu terjadi pengurangan. Perkantoran pusat kan berpindah, Perkantoran pusat kan membutuhkan air yang tidak sedikit selama ini.
Disamping itu hal yang menjadi masalah klasik yang dialami oleh Jakarta adalah :
- Permasalahan Banjir.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selalu menegaskan peningkatan efektivitas program penanggulangan banjir. Tetapi hingga saat ini, masih banyak permasalahan terkait banjir yang belum selesai. DKI Jakarta perlu membuat sistem penanggulangan banjir yang berorientasi pada hak korban, upaya betonisasi sungai tidak menyelesaikan masalah melainkan memperparah kondisi banjir.
- . Masalah Kemacetan.
Kemacetan lalu lintas di Jakarta merupakan masalah yang kompleks dan belum memiliki solusi yang ampuh. Beberapa faktor yang menyebabkan kemacetan di Jakarta, antara lain:
– Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat.
– Urbanisasi yang cepat tanpa pembangunan infrastruktur yang memadai.
– Volume kendaraan yang tidak sebanding dengan kapasitas jalan.
– Pelanggaran peraturan lalu lintas.
Beberapa dampak negatif dari kemacetan di Jakarta, antara lain: Waktu perjalanan yang meningkat, Tingkat stres pengendara bertambah, Pemborosan bahan bakar, Penurunan efisiensi transportasi, Polusi udara yang tinggi. Berdasarkan TomTom Traffic Index 2023, Jakarta menduduki urutan ke-30 sebagai kota termacet di dunia. Waktu termacet di jalanan Jakarta adalah setiap Jumat dengan pukul 18.00 WIB sampai 19.00 WIB.
- Kepadatan Penduduk Yang Tidak Terkendali
Kepadatan penduduk yang sangat tinggi di DKI Jakarta memengaruhi aspek administrasi penduduk. Pada 2020 terjadi ketidaksesuaian total jumlah penduduk antara alamat Kartu Keluarga dan KTP dengan tempat tinggal sebanyak 1.267.694 jiwa. Hal ini berdampak pada pemberian bantuan sosial dan berpotensi terjadinya pengambilan kebijakan yang salah sasaran.
Permasalahan kemiskinan di DKI Jakarta juga kian meningkat. Susenas Maret 2022 mencatat bahwa sebesar 4,69% dari total penduduk Jakarta atau 504,04 ribu orang, saat ini merupakan penduduk miskin. Kemiskinan pun menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya stunting pada balita.
Pemerintah Prabowo-Gibran Wajib Segera Merealisasikan Pemindahan Ibu Kota ke IKN
Prabowo yang akan dilantik di bulan Oktober 2024 sebagai presiden ke-8 RI tentunya wajib untuk segera merealisasikan pemindahan ibu kota negara ke IKN sebagai bentuk pelaksanaan dan ketaatan seorang presiden pada Undang-Undang, UU pemindahan ibu kota negara yang telah ditetapkan oleh DPR mengamanahkan secara tegas kepada pemerintah untuk segera merealisasikan Undang-Undang tersebut demi untuk kepentingan bersama NKRI.
Sesuai dengan Visi Indonesia yaitu 2045 Indonesia Maju, diperkirakan perekonomian Indonesia akan masuk 5 besar dunia di tahun 2045 mendatang. Pada tahun itu pula Indonesia diperkirakan pendapatan domestik bruto (PDB) perkapita mencapai US$ 23,119, dan selanjutnya diperkirakan lagi pada tahun 2036 Indonesia bakal keluar dari middle income trap. Oleh karena itu dibutuhkan perubahan ekonomi untuk mencapai Visi Indonesia 2045 mendatang. Perubahan perekonomian didukung oleh hilirisasi industri dengan memanfaatkan sumber daya manusia, infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi yang dimulai dari tahun 2020-2024. Oleh karena itu dibutuhkannya Ibukota Negara yang bisa mendukung dan mendorong perubahan ekonomi tersebut.
Penulis : Andi B Amien Assegaf, Ketua LP3MI (Lembaga Pengembangan pembangunan dan perlindungan Masyarakatindonesia)