IndonesiaLineNews-Banda Aceh- Perwakilan Kementerian Keuangan (Kemenkeu-Satu) Aceh menggelar rapat asset dan liabilities committee (alco) Regional Aceh yang merupakan kegiatan rutin untuk mendiskusikan bagaimana realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Regional Aceh, baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran.
Hadir pada kegiatan itu, Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Aceh sekaligus Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Safuadi, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Izharul Haq, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Paryan dan Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Nofiansyah.
“Alco Regional Aceh melaporkan kinerja APBN Regional Aceh sampai dengan 31 Juli 2024 yaitu total pendapatan tercatat Rp3,69 triliun (52,68 persen) dan total belanja Rp28,85 triliun (58,33 persen),” kata Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Aceh, Ridho Syafruddin, Kamis (15/8/2024).
Ia mengatakan, pendapatan tersebut terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp2,82 triliun, atau telah terealisasi 45,50 persen dari target APBN tahun 2024 dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp158,78 miliar, atau 83,63 persen dari target APBN tahun 2024 yang terdiri dari Bea Masuk Rp152,58 miliar, Cukai Rp2,03 miliar dan Bea Keluar Rp4,19 miliar.
Selain itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga berkinerja baik dengan penerimaan sebesar Rp712,01 miliar, atau telah terealisasi 115,04 persen dari target sebagai akibat meningkatnya Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU). Kontribusi PNBP melalui pemanfaatan tanah dan bangunan barang milik negara (BMN) adalah sebesar Rp8,031 miliar.
Untuk realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) konsolidasi sampai dengan 31 Juli 2024 sebesar Rp17,56 triliun (43,18 persen) yang didominasi oleh belanja operasi senilai Rp12,66 triliun, berkontribusi 72,08 persen terhadap jumlah belanja daerah.
“Realisasi belanja modal masih perlu menjadi perhatian karena baru mencapai Rp839,47 miliar atau hanya 21,05 persen,” katanya, dalam rilis.
Sementara itu, realisasi pendapatan APBD Provinsi Aceh sampai 31 Juli 2024 sebesar Rp19,84 triliun (50,27 persen). Kontributor terbesar pendapatan APBD yaitu masih pada pendapatan dari dana transfer senilai Rp16,78 triliun atau sebesar 84,57 persen dari jumlah pendapatan daerah secara keseluruhan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sudah mencapai Rp3 triliun (49,97 persen). Meski nilai ini relatif kecil, angka tersebut sudah mengalami peningkatan dibanding bulan yang sama tahun lalu sebesar Rp2,35 triliun.
Sementara itu dari sisi indikator perekonomian, Badan Pusat Statistik (BPS) baru merilis pertumbuhan triwulan II 2024 yang tumbuh sebesar 4,54 persen ditopang pertumbuhan konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) (10,67 persesn, tertinggi).
Dari sisi produksi, secara yoy kontributor Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh terbesar yaitu pada lapangan usaha jasa keuangan (52,01 persen), pertambangan (17,24 persen), dan transportasi (15,69 persen).
Disebutkan pada Juli 2024, Aceh mengalami inflasi yoy sebesar 2,51 persen dan inflasi mtm sebesar 0,11 persen. Inflasi secara yoy didorong oleh naiknya indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 2,76 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,59 persen, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 3,53 persen, dan kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 1,64 persen.
Berdasarkan komoditas, deflasi mtm Aceh didorong oleh komoditas seperti tarif air minum, beras, kopi siap saji, udang basah dan ikan. Sementara itu, komoditas seperti bawang merah, cabai merah, tomat, dan daging ayam ras tercatat mengalami deflasi terbesar.