Ini Catatan Komisi D Dalam Pembahasan Perubahan APBD 2024

IndnesiaLineNews-Jakarta-Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta melakukan pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD) Tahun 2024 bersama organisasi perangkat daerah (OPD) mitra kerja.

Sejumlah koreksi dan masukan disampaikan dalam pembahasan tersebut.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah mengatakan, salah satu evaluasi dilakukan terhadap usulan dari Dinas Sumber Daya Air (SDA) yang mengajukan penambahan anggaran senilai Rp 200 miliar lebih untuk pembangunan polder.

“Kalau ini berbicara Program Strategis Nasional (PSN), faktanya sampai hari ini belum jadi, baru proses. Disebabkan PSN ini belum jadi maka kami lebih prefer ini dianggarkan tahun 2025,” ujarnya, Selasa (13/8).

Ida menjelaskan, berdasarkan perencanaan, program ini untuk jangka panjang hingga tahun 2027.

“Secara konsep bagus, tapi karena PSN belum jadi maka usulan anggaran kami coret dan bisa kembali diusulkan pada tahun 2025 saja,” terangnya.

Menurutnya, terkait reklamasi pulau untuk pengelolaan sampah, Komisi D DPRD DKI menilai dengan adanya Refuse Derived Fuel (RDF) di Bantar Gebang dan Rorotan, penyaring sampah, bank sampah di tingkat RW hingga sudah dibangunnya 20 TPS3R sudah sangat memungkinkan mengatasi persolan sampah.

“Saya menilai, kita sudah tidak perlu membuat pulau reklamasi pengelolaan sampah. Terlebih, TPS3R tahun depan juga akan ditambah untuk optimalisasi pengelolaan sampah kawasan,” ungkapnya.

Ida menegaskan, pembuatan pulau reklamasi  pengelolaan sampah ini juga sangat rentan memicu atau menambah pencemaran lingkungan.

“Adanya penyampaian kebutuhan pembangunan jembatan untuk pulau reklamasi ini juga akan membutuhkan biaya yang besar. Kita belum bisa setujui di anggaran perubahan ini,” bebernya.

Ia menambahkan, penanganan sampah menggunakan RDF dinilai lebih feasible dan menguntungkan karena tidak ada tipping dan hasil pengolahan sampah yang bernilai ekonomi.

“Sebagai opsi penambahan pembangunan RDF bisa menggunakan lahan milik Dinas Pertamanan dan Hutan Kota di Jakarta. Luas lahan di sana 60 hektare, sementara untuk RDF hanya perlu 3-8 hektare,” ucapnya.

Ida meminta, OPD mitra kerja dapat merencanakan dan melaksanakan pengadaan atau kegiatan sesuai dengan prosedur.

“Saat ini kan waktunya mepet dan tahap transisi. Saya berharap semuanya dijalankan sesuai prosedur, apa itu pengadaan lahan atau apa saja jangan melanggar aturan,” tandasnya.