Identifikasi lahan yang dilakukan mulai dari wilayah Kecamatan Sepaku yang menjadi kawasan inti Kota Nusantara, lanjut dia, hingga wilayah Kelurahan Jenebora, Gersik, Pantai Lango, Riko dan Kelurahan Maridan, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara.
Lima kelurahan itu menjadi kawasan pengembangan ibu kota negara baru Indonesia, ia menimpali lagi, salah satunya menjadi lokasi pembangunan Bandar Udara Naratetama (very very important person/VVIP) prasarana penunjang transportasi Kota Nusantara.
Kejari Penajam Paser Utara memastikan sampai saat ini, dari hasil identifikasi tidak ada kendala atau permasalahan lahan pada kawasan inti dan pengembangan ibu kota negara baru Indonesia.
Identifikasi lahan yang dilakukan di kawasan inti dan pengembangan Kota Nusantara, jelas dia, hanya ditemukan persoalan sengketa tanah antara masyarakat dan kepemilikan lahan yang tumpang tindih.
“Sampai saat ini, belum ditemukan yang mengarah kepada mafia tanah, persoalan lahan yang ditemukan sebatas masalah tanah antara warga,” tambahnya.
Apabila berkaitan dengan mafia tanah biasanya cukup terorganisir dan melibatkan banyak pihak, kata dia lagi, sedangkan yang ditemui dari hasil identifikasi hanya sebatas persoalan yang melibatkan satu individu dengan individu.
Mafia tanah di kawasan inti dan pengembangan ibu kota negara baru Indonesia, kata dia tidak hanya menjadi perhatian Kejari Penajam Paser Utara saja, tetapi juga perhatian Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur.
Kejati Kalimantan Timur melakukan pengawasan terhadap pengadaan tanah, sejak ibu kota negara Indonesia ditetapkan pindah pada sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Mafia tanah bisa menghambat percepatan pembangunan Kota Nusantara, dan untuk antisipasi masalah tersebut dibentuk Satgas Mafia Tanah Kejari Penajam Paser Utara, demikian Faisal Arifuddin.